13 Agu 2012
1 Agu 2012
YASINAN
Membaca Yasin
I.
Membaca Yasin atau Surat lainnya Untuk Orang Sakaratul Maut
Dari Ma’qil bin Yasar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اقْرَءُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس
“Bacalah surat Yasin kepada orang yang menjelang wafat di antara
kalian.”
3 Mei 2012
ngalap berkah
Ngalap Berkah
Berkah (barokah) diartikan dengan tambahnya kebaikan (ziyadah al-khair).
Sedangkan tabarruk bermakna mencari tambahnya kebaikan atau ngalap
barokah (thalab ziyadah al-khair). Demikian para ulama menjelaskan.
Masyarakat kita seringkali mendatangi orang-orang saleh dan para ulama
sepuh dengan tujuan tabarruk. Para ulama dan orang saleh memang ada
barokahnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda: “Berkah Allah bersama orang-orang besar di antara
kamu.” (HR. Ibn Hibban (1912), Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (8/172),
al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/62) dan al-Dhiya’ dalam al-Mukhtarah
(64/35/2). Al-Hakim berkata, hadits ini shahih sesuai kriteria
al-Bukhari, dan al-Dzahabi menyetujuinya.)
hukum bagi orang yang meyakini Allah bertempat
بيان حكم من ينسب لله مكانا
ننقل في هذا
الفصل بعون الله تعالى عن العلماء حكم من يعتقد أن الله يسكن السماء أو
يتحيز فوق العرش أو في غير ذلك من الأماكن. ولا تغتر بكلام
ابن
تيمية الذي زعم ان الله بجهة فوق وانه جالس على العرش تعالى الله عن
قوله
27 Apr 2012
AKIDAH AHLUSSUNAH
ذكر النقول
من المذاهب الأربعة وغيرها على أن أهل السنة يقولون: الله
موجود بلا مكان
ولاجهة
1- قال
مصباح التوحيد ومصباح التفريد الصحابي الجليل والخليفة الراشد سيدنا علي
رضي الله عنه
(40 هـ) ما نصه : (كان- الله- ولا مكان، وهو الان
على ما- عليه- كان اهـ. أي بلا
مكان. (( الفرق بين الفرق لأبي منصور البغدادي [ ص / 333 ] ))
24 Apr 2012
DEFINISI TAHLILAN
APA SIH DEFINISI TAHILAN?
Kalau masih devinisi saja sudah tidak sama mana mungkin suatu
dialog bisa nyambung?
Definisi tahlilan versi aswaja ( pelaku
tahlilan ) : tahlilan
adalah tradisi yg berisi bacaan qur’an, dzikir serta doa ( terkhusus mendoakan
mayyit dengan menghadiahkan pahala bacaan qur’an dan dzikir untuk mayyit ).
19 Apr 2012
bersalaman dan mencium tangan orang sholeh
Dalil sunnah nya kita bersalaman stlh slesai sholat fardhu,mengambil berkah dan mencium tangan orang sholeh,
Hadist ini dkeluarkan oleh imam ahmad bin hanbal dalam musnad nya
Dan imam darimi dalam sunan nya
Dengan sanad sohih
Hadist ini dkeluarkan oleh imam ahmad bin hanbal dalam musnad nya
Dan imam darimi dalam sunan nya
Dengan sanad sohih
DALIL AL QUR'AN TENTANG DO'A DAN MENDO'AKAN ORANG YANG TELAH MENINGGAL DUNIA
DALIL TENTANG DOA
Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah),
bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran. (
QS Al Baqoroh 186 )
DALIL TENTANG SAMPAINYA DOA UNTUK
MAYIT
Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa:
"Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah
beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam
hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau
Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." ( Al Hasyr : 10 )
18 Apr 2012
DOA KAMILIN
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا بِالْاِيْمَاِن
كَامِلِيْنَ . وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ . وَلِلصَّلاَةِ
حَا فِظِيْنَ . وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ .
وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ . وَلِعَفْوِكَ
رَاجِيْنَ . وَباِلْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ .
وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ .وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ . وَفِي الْاَخِرَةِ
رَاغِبِيْنَ . وَبِاْلقَضَاءِ رَاضِيْنَ .
وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ . وَعَلَى
الْبَلاَءِ صَابِرِيْنَ . وَتَحْتَ لِوَاءِ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَوْمَ اْلقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ . وَاِلَى
الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ . وَاِلَى الْجَنَّةِ
دَاخِلِيْنَ . وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ .
وَعَلَى سَرِيْرِ الْكَرَامَةِ قَاعِدِيْنَ .
وَمِنْ حُوْرٍ عِيْنٍ مُتَزَوِّجِيْنَ .
وَمِنْ سُنْدُسٍ وَاِسْتَبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ
مُتَلَبِّسِيْنَ . وَمِنْ طَعَامِ الْجَنَّةِ
اكِلِيْنَ . وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفًّى
شَارِبِيْنَ . بَاَكْوَابٍ وَاَبَارِيْقَ
وَكَأْسٍ مِنْ مَعِيْنٍ. مَعَ الَّذِيْنَ
اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ
وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ
وَالصَّالِحِيْنَ . وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيْقًا
ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ
عَلِيْمًا . اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا
فِى هَذِهِ اللَّيْلَةِ الشَّرِيْفَةِ
الْمُبَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَاءِ الْمَقْبُوْلِيْنَ .
وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ الْاَشْقِيَاءِ
الْمَرْدُوْدِيْنَ . وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَالِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ بِرَحْمَتِكَ
يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ .
وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ .
BACAAN TAHLIL
TAHLIL
بسم الله الرحمن الرحيم
1. اِلَى حَضْرَةِ الـنَّبِيِّ اْلمُصْطَفى رَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَعَلى آلِهِ
وَاَصْحـَابِهِ وَاَهْلِ بَيْتِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ وَأَنْصَارِهِ وَجُنُوْدِهِ
أَجْمَعِيْنَ, شَيْئٌ ِللهِ لَهُمُ
اْلفَاتِحَة ......
2. ثُمَّ اِلَى إِخْوَانِهِ مِنَ اْلأَنْبِيَآءِ
وَالْمُرْسَلِيْنَ وَاِلَى نَبِيِّنَا حِضِرْ وَإِلْيَاسَ وَإِدْرِيْسَ وَعِيْسَى
وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَاْلعُلَمَآءِ اْلعَامِلِيْنَ وَاِلَى جَمِيْعِ
الْمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَخُصُوْصًا اِلَى مَذَاهِبِ اْلأَرْبَعَةِ ثُمَّ
اِلَى سُلْطَانِ اْلأَوْلِيَآءِ الشَّيْخِ عَبْدِالْقَادِرِالْجَيْلاَنِى, شَيْئٌ
ِللهِ لَهُمُ اْلفَاتِحَة ..
3. ثُمَّ اِلَى جَمِيْعِ اَرْوَاحِ أَبَآئِنَا
وَأُمَّهَاتِنَا وَأَجْدَادِنَا وَجَدَّاتِنَا وَإِخْوَانِنَا وَأَقْرِبَآئِنَا
مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَخُصُوْصًا اِلَى حَضْرَةِ شَيْخِنَا هَاشِمْ اَشْعَرِى تبُوْ اِيْرع شَيْئٌ
ِللهِ لَهُمُ اْلفَاتِحَة ......
4. ثُمَّ إِلَى جَمِيْعِ أَهْلِ الْقُبُوْرِ مِنَ
الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِنْ
مَشَارِقِ اْلأَرْضِ اِلَى مَغَارِبِهَا فِى بَرِّهَا وَبَــحْرِهَا
وَخُصُوْصًا
إِلَى رُوْحِ ......... شَيْئٌ ِللهِ لَهُمُ اْلفَاتِحَة ......
14 Apr 2012
MAJAZ
Ada Majaz dalam
Kalimat Arab
Ilmu majaz (ilmu balaghah / sastera bahasa Arab)
sangat penting sekali peranannya untuk memahami Al-Qur'an dan Hadits
Nabi saw supaya tidak salah paham (misunderstanding) dalam memahami
maksud-maksudnya. Seperti hadits Nabi saw:
يد الله مع القاضى حين
يقضى و يد الله مع القاسم حين يقسم
...
Arti tekstual (hakekat): "Tangan Allah serta penghulu / hakim ketika
memutuskan hukuman, dan tangan Allah serta orang yang memeberikan bagian
(misalnya: warisan dsb) ketika memberikan bagian.
MENYEDIAKAN MAKAN BAGI PENTAKZIAH
MUKTAMAR I NAHDLATUL
ULAMA (NU) KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H
/ 21 OKTOBER 1926 DI SURABAYA
Keluarga Mayit Menyediakan
Makanan Kepada Penta’ziyah
Soal : Bagaimana hukumnya keluarga
mayat menyediakan makanan untuk hidangan kepada mereka yang datang
berta’ziyah pada hari wafatnya atau hari-hari berikutnya, dengan maksud
bersedekah untuk mayat tersebut? Apakah ia (keluarga) memperoleh pahala
sedekah tersebut?
Jawab : Menyediakan makanan pada hari wafat
atau hari ketiga atau hari ketujuh itu hukumnya makruh, apabila harus
dengan cara berkumpul bersama-sama dan pada hari-hari tertentu, sedang
hukum makruh tersebut tidak menghilangkan pahala sedekah itu.
MASALAH BASMALAH
masalah perbedaan
basmalah dalam sholat,sdh saya Kumpulan rawi qiraat yg tdk memasukkan
basmalah sbgai ayat disurah fatihah dalam mushaf mereka,tp pada "أنعمت
عليهم"
adalah 1 ayat sbgai ganti basmalah
1.Rawi QALUN
2.Rawi WARSY
3.Rawi AD DURY dari riwayat imam abu amrin
...
4.Rawi AS SUSY
5.Rawi HISYAM
6.Rawi IBNU ZAKWAN
6 rawi dari 3
imam ini tidak memasukkan basmalah dalam ayat alfatihah
TASAWUF
TASSAWUF/SUFI MENURUT
IMAM 4MAZHAB AHLUSSUNAH WAL JAMAAH
Imam Abu Hanifah (Pendiri Mazhab
Hanafi) berkata : "Jika tidak karena dua tahun, Nu’man telah celaka.
Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Imam Jafar as Shadiq, maka saya
mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang
benar” (Kitab Durr al Mantsur)
Imam Maliki (Pendiri Mazhab Maliki)
berkata “Barangsiapa mempelajari/ mengamalkan tasawuf tanpa fiqih maka
dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih tanpa tasawuf dia
tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai fiqih dia
meraih kebenaran.” (’Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, vol. 2, hal.
195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).
TABARUKAN HUKUMNYA BOLEH
Syaikh Muhammad bin
Shalih al-’Utsaimin”ulama Wahhabi kontemporer yang sangat populer-,
mempunyai seorang guru yang sangat alim dan kharismatik di kalangan kaum
Wahhabi , yaitu Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di, yang dikenal
dengan julukan Syaikh Ibnu Sa’di.
Ia memiliki banyak karangan,
di antaranya yang paling populer adalah karyanya yang berjudul, Taisir
al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, kitab tafsir setebal 5
jilid, yang mengikuti manhaj pemikiran Wahhabi. Meskipun Syaikh Ibnu
Sa’di, termasuk ulama Wahhabi yang ekstrim, ia juga seorang ulama yang
mudah insyaf dan mau mengikuti kebenaran, dari manapun kebenaran itu
datangnya.
MITUNG NDINANI
[BUDAYA MITUNG DINO
BUKAN DARI HINDU,NAMUN PARA TABI'IN DAN SHAHABAT]
Bismillah,,
Perlu diketahui, sebenarnya tradisi mitung dino hari kematianmerupakan
warisan shahabat nabi dan tabi'in,bukan dari hindubudha yg selama ini
banyak isu yang tak bisa dipertanggung jawabkan. Bahkan budaya tersebut
telah diyakini sbg anjuran langsung dari nabi Muhammad SAW. Yakni dengan
melihat Atsar yg menyatakan bahwa orang mukmin mengalami fitnah kubur
selama 7hari.
Sebagaimana
diutarakan as-suyuthi dalam al-hawi lil fatawi;
"Thawus berkata:
"Sungguh orang-orang yg telah meninggal terkena fitnah dalam kuburnya
selama 7 hari, maka mereka (shahabat nabi) merasa senang menghidangkan
makanan sbg ganti dari... mereka yg telah meninggal dunia pada
hari-hari tersebut".
"Thawus berkata: "Sungguh orang-orang yg telah meninggal terkena fitnah dalam kuburnya selama 7 hari, maka mereka (shahabat nabi) merasa senang menghidangkan makanan sbg ganti dari... mereka yg telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut".
ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN ARAH
al-Khalifah
ar-Rasyid, al-Al-Imam ‘Ali ibn Abi Thalib berkata:
كَانَ اللهُ وَلاَ
مَكَان وَهُوَ الآنَ عَلَى مَا عَليْه كَانَ
“Allah ada tanpa
permulaan dan tanpa tempat, dan Dia Allah sekarang -setelah menciptakan
tempat- tetap sebagaimana pada sifat-Nya yang azali; ada tanpa tempat”
(Diriwayatkan oleh al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi dalam al-Farq Bain
al-Firaq, h. 333).
Beliau juga berkata:
إنّ اللهَ خَلَقَ
العَرْشَ إْظهَارًا لِقُدْرَتهِ وَلَمْ يَتّخِذْهُ مَكَانًا لِذَاتِهِ
“Sesungguhnya Allah menciptakan ‘arsy (makhluk Allah yang paling besar
bentuknya) untuk menampakan kekuasaan-Nya, bukan untuk menjadikan tempat
bagi Dzat-Nya” (Diriwayatkan oleh al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi dalam
al-Farq Bain al-Firaq, h. 333).
TAHLILAN
Pendiri Sekte
Wahhabi, Ibnu Abdul Wahhab Mendukung Tahlilan ala NU
Posted on
Agustus 14, 2007 by abusalafy
Kaum Wahabi adalah pengikut
Muhammad bin Abdul Wahhab (pendiri sekte Wahabiyah, “agama” resmi
Kerajaan Arab Saudi). Semangat membara-bara yang selalu mendorong para
penganut sekte ini adalah memurnikan konsep Tauhid dari syirik dengan
segala bentuknya dan memberantas tuntas bid’ah dan khurafat (TBC), di
antaranya adalah tahlilan dan keyakinan bid’ah bahwa bacaan tahlilan
(yang biasa dipraktikan warga NU) adalah termasuk praktik-praktik bid’ah
yang harus diberantas! Karenanya ia sangat menarik bagi kaum awam yang
tulus dan memiliki semangat keislaman dan amr ma’ruf nahi munkar tinggi
tapi dangkal pemahaman agamanya! Maaf lho, itu kenyataan.
Tapi
aneh bin ajaibnya imam mereka sendiri tidak seperti itu. Bacaan Al
Qur’an dan dzikir itu akan sampai pahalanya kepada seorang mayyit
apabila kita hadiahkan untuknya. Paling tidak itu yang Anda akan fahami
ketika membaca buku beliau Ahkâm Tamanni al Mawta:75. Di antara ia
menyebutkan beberapa hadis yang menegaskan hal itu, ia berkata:
Thabarani meriwayatkan dari Ibnu ‘Amr dari Nabi saw.: “Jika seorang
dari kamu bersedekah sunnah hendaknya ia menjadikan pahalanya untuk
kedua orang tuanya, maka bagi keduanya pahala sedekah itu dengan tanpa
mengurangi pahala pensedekahnya sedikitpun.” Dailami meriwayatkan hadis
serupa dari Mu’awiyah bin Hîdah. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Abu
ja’far bahwa Hasan dan Husain sering memerdekakan budak atas nama ayah
mereka setelah kematiannya. Ia juga meriwayatkan dari Hajjaj bin Dinar
dari Nabi saw.: ”Sesungguhnya kebajikan di atas kebajikan adalah engkau
shalat untuk kedua orang tua kamu di samping shalat kamu dan berpuasa
untuk mereka di samping puasa kamu dan bersedakah (pahalanya) untuk
kedua orang tua kamu disamping sedekah kamu.”
Az Zanjâni
meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi saw.: “Barang siapa masuk
kuburan kemudian membaca surah Al Fatihah, Qul Huwallahu Ahad dan Al
Hâkumut takâtsur, lalu ia mengatakan, ‘Aku jadikan pahala firman-Mu yang
aku baca untuk penghuni kuburan ini dari kalangan kamu mukmin dan
mukminat maka mereka kelak akan menjadi para pemberi syaf’at baginya
kepada Allah -ta’ala-.”
Dan lebih dari itu, Pendiri sekte
Wahabi ini mengatakan bahwa bacaan itu akan bermanfa’at bagi orang-orang
mati yang kita hadiahi pahala bacaan itu. Ia meriwayatkan dari Abdul
Aziz muridnya Al Khalâl (Salah seorang tokoh seniaor mazhab Hanbali,
nama lengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Harun al Khalâl, wafat tahun 311H
dan dikebumikan tepat di posisi kaki Ahmad untuk mencari keberkahan)
dari Anas dari Nabi saw.: “Barangsiapa masuk ke area kuburan lalu
membaca surah Yasin maka Alah akan meringankan siksaan atas penguni
kuburan itu dan baginya (si pembaca) pahala kebaikan sejumlah orang mati
yang dikubur di dalamnya.”
Jadi ndak salah lho kalau warga NU
sering menziarai kuburan sanak keluarga atau teman-temannya demi mencari
pahala, mendapat para pemberi syafa’at dan guna meringankan siksa bagi
penghuni kuburan itu.
Kalaupun kaum Wahabi tidak mau ziarah
kubur kerabat mereka, ya mungkin karena mereka yakin bahwa kerabat
mereka sudah “gagah perkasa” di alam barzakh sehingga tidak butuh lagi
pertolongan dan bantuan kiriman pahala dari orang-orang hidup atau
karena mereka “Pelit bin Kikir” tidak mau membantu keluarganya atau
teman-temannya yang membutuhkan bantuan kiriman pahala atau karena
mereka tidak butuh kepada para pemberi syafa’at di alam akhirat, sebab
mereka telah merasa mempunyai karcis masuk surga tanpa bantuan apapun
kecauli amal perbuatan mereka sendiri ketika hidup di dunia! Gimana ndak
dijamin masuk surga! Kan surga hanya milik kaum Wahabi….? Selain mereka
minggir duluu!!!! Kaum musyrikin tidak boleh dekat-dekat surga kami…
mingir!! mingir!! mingir!! mingir!! mingir!! Ibnu Taimiah mau masuk
surga…. Ibnu Wahhab masuk surga… Ben Baz mau kenalan sama Bidadari…
Utsaimin mau bermesraan dengan Wildân (pelayan surga).
ziarah qubur
copy from status ala kulli hall
Dalam tarikh bagdad terdapat
riwayat bolehnya kita meminta lewat kuburan seorang wali atau mengambil
berkah :
أخبرني أبو إسحاق إبرهيم بن عمر البرمكي قال حدثنا أبو
الفضل عبيد الله بن عبد الرحمن بن محمد الزهري قال سمعت أبي يقول : قبر
معروف الكرخي مجرب لقضاء الحوائج ويقال : إنه من قرأ عنده مائة مرة قل هو
الله أحد وسأل الله تعالى ما يريد قضى الله حاجته
Dari hasil
penelitianku tntng jalur riwayat ini,hasilnya adalah
Imam abu
bakar alkhatib bagdad mengambil riwayat ini dari
Rawi 1
Abu
ishaq albarmaki beliau adalah seorang mufti,faqih dan zuhud,riwayat
beliau dapat dpegang
Abu ishaq mengambil dari
Rawi 2
Ubaidullah
abul fadhli ini adalah seorang yg tsiqoh lg mujabud da'wah,dan beliau
adalah seorang wali,riwayat beliau pun dpt dpegang
Beliau lgsg
mendgr dari
Rawi 3
Ayah dari beliau,yaitu abdur rahman bin
muhammad azzuhri ini adalah muhaddist,dan trn temurun keluarga
abdurrahman azzuhri ini adalah muhaddist,dan mereka adalah cucu abd
rahman bin auf,
Ayahnya berkata : bermula quburan wali
qutub MA'RUF ALKARKHI itu mujarrab untuk mengabulkan segala hajat
hajat,dan dkatakan orang : bhw orangyg membaca surah al ikhlas 100x
dsisi kubur ma'ruf alkarkhi td,lalu ia meminta kpd Allah apa saja yg ia
kehendaki,maka Allah kabulkan hajatnya itu,
TENTANG IMAM GHOZALI
Oleh : Thoriq
Ada beberapa pihak yang memiliki pemikiran berlawanan dengan Hujjatul Islam Al Ghazali menyimpulkan bahwa kajian Al Ghazali terhadap Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim menjelang wafat, menunjukkan bahwa beliau sebelumnya jauh dari Sunnah dan di akhir hayat beliau telah kembali kepada Sunnah!
Cara berfikir seperti ini tidak patut dibenarkan. Apakah jika seseorang di akhir hayatnya banyak mengkaji hadits otomatis ia sebelumnya jauh dari hadits? Atau membenci hadits? Atau belum mengkaji hadits? Belum tentu. Banyak orang yang membaca hadits di akhir hayatnya, dan sebelumnya juga mempelajari hadits dan mengamalkan serta mengajarkannya. Demikian pula Imam Al Ghazali ini.
Al Ghazali sebelumnya sudah menyemak Shahih Al Bukhari dan lainnya
Kajian Al Ghazali terhadap Shahih Al Bukhari di akhir hayat beliau sama sekali tidak menunjukkan bahwa beliau sebelumnya jauh dari Sunnah, karena beliau sudah akrab dengan Sunnah sejak beliau mencari ilmu. Berikut ini keterangan para huffadz dan ulama mengenai hal ini.
Abdul Ghafir Al Farisi,
“Di akhir hayat, beliau menyambut hadits Al Musthafa Shalallahu Alaihi Wasallam, dan duduk bersama para ahlinya, serta menelaah As Shahihain, Bukhari dan Muslim, yang mana keduanya (As Shahihain) merupakan hujjah Islam. Seandainya beliau masih hidup maka benar-benar melampaui semuanya dari disiplin ilmu tersebut (hadits), dengan waktu yang cukup singkat, beliau meluangkan waktu untuk memperolehnya.”
Kemudian, Abdul Ghafir Al Farisi melanjutkan,
”Tidak diragukan lagi bahwa beliau telah menyimak hadits di waktu-waktu sebelumnya dan beliau menyibukkan diri dengan menyimaknya di akhir hayat walau tidak sebagai perawi, namun hal itu tidak membahayakan terhadap apa yang beliau tinggalkan dari buku-buku yang ditulis dalam masalah ushul, furu’ dan seluruh varian (karya) yang tiada henti-hentinya disebut. Dan ditetapkan oleh mereka yang telah menelaah bahwa tidak ada yang meninggalkan karya yang sebanding dengannya”
(Lihat, Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra,6/210).
Al Hafidz Ibnu Asakir,
”Beliau telah menyimak Shahih Al Bukhari dari Abu Sahl Muhammad bin Abdillah Al Hafshi dan menjadi guru di Madrasah Nidhamiyah di Baghdad. Kemudian keluar ke Syam mengunjungi Bait Al Maqdis. Kemudian menuju Damaskus tahun 489 H dan bermukim beberapa waktu di sana. Telah sampai kepadaku bahwa di sana beliau menulis beberapa karya beliau. Kemudian kembali ke Baghdad lalu ke Khurasan. Kemudian mengajar beberapa saat di Thus, setelah itu meninggalkan pengajaran dan perdebatan untuk menyibukkan diri dengan ibadah.”
Kemudian Hafidz Ibnu Asakir menyebutkan,
”Disebutkan bahwa beliau mengundang Abu Al Fityan Umar bin Abi Hasan Ar Rawasi, seorang Hafidz di Thus, dan memulyakan beliau. Beliau (Al Ghazali) menyimak dari beliau (Ar Rawasi) Shahih Bukhari dan Muslim”
(Lihat, Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, 6/210).
Dari paparan Abdul Ghafir Al Farisi dan Al Hafidz Ibnu Asakir kita mengatahui bahwa Imam Al Ghazali sebelum menyimak hadits dari Ar Rawasi di Thus, kota dimana beliau meninggal, beliau sudah menyimak Shahih Bukhari terlebih dahulu kepada Al Hafshi. Al Hafidz Al Hafshi sendiri adalah guru dari Imam Al Juwaini, guru Imam Ghazali juga yang tinggal di Naisabur. Apa yang dikatakan Al Hafidz Ibnu Asakir, bahwa beliau sejak awal sudah mengkaji Shahih Al Bukhari menunjukkan bahwa Al Ghazali menyimaknya saat menuntut ilmu di Naisabur, sebelum mengajar di Baghdad yang pertama.
Disamping Shahih Bukhari beliau juga telah menyemak dua juz kitab Maulid Ar Rasul yang ditulis oleh Abu Bakar As Syaibani dari Syeikh Abu Abdullah Muhammad bin Muhammad Al Khuwari (lihat, Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, 6/213).
Hadits-hadits dalam Ihya menunjukkan bahwa Al Ghazali telah menelaah hadits
Selain data di atas, ada fakta yang menjukkan bahwa Al Ghazali sudah sudah mengkaji kitab-kitab Sunnah jauh sebelum beliau mengkajinya di akhir hayat. Fakta itu adalah hadits-hadits yang termaktub dalam kitab Ihya Ulumuddin.
Murujuk takhrij Al Hafidz Al Iraqi mengenai hadits-hadits Ihya, beliau telah menjelaskan asal-asal hadits dalam kitab tersebut. Tidak hanya berasal dari Shahih Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Huzaimah. Hadits-hadits lainnya juga dikeluarkan Ashab As Sunan (At Tirmidzi, An Nasai, Abu Dawud, dan Ibnu Majah), dan kitab-kitab hadits lainnya seperti Musnad Ahmad, Firdaus atau Syu’ab Al Iman Al Baihaqi, Al Marasil Ibnu Abi Dunya, dll (lihat, Takhrij Ihya dihamisyIhya Ulumuddin cet. Dar Sya’b, Kairo).
Tentu, Al Ghazali tidak akan mampu mengetengahkan hadits-hadits dari berbagai sumber itu, untuk dijadikan hujjah kecuali setelah beliau menelaah hadits itu terlebih dahulu, dari berbagai kitab dan sumber.
Ihya sendiri telah beliau tulis sebelum kembali ke Baghdad untuk kedua kalinya, yakni ketika berada di Syam. Dan saat beliau tiba di Baghdad, beliau telah mengajarkan Ihya di sana (Lihat, Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, 6/200, 207).
Baru setelah itu beliau ke Khurasan lalu kembali ke kampung halaman beliau di Thus dan mendirikan madrasah di samping rumah beliau dan mengajar di sekolah tersebut. Di saat mendekati wafat beliau menyemak Shahih Al Bukhari dan Muslim dari Ar Rawasi, dan wafat pada tahun 505 H.
Bukhari-Muslim, tidak cukup untuk menjadikan seorang memperoleh gelar Al Hujjah
Argumen lain yang memperkuat bahwa Imam Al Ghazali telah mengkaji hadits tidak hanya ketika beliau hendak wafat saja adalah gelar beliau Al Hujjah.
Jika gelar Al Hujjah adalah orang yang menguasai mayoritas Sunnah dan tidak luput darinya kecuali sedikit, sesuai dengan keterangan Al Allamah An Nawawi Al Bantani saat mensyarah maksud kata “Hujjatul Islam” yang terdapat di matan Bidayah Al Hidayah karya Imam Al Ghazali (Lihat, Maraqi Al Ubudiyah, hal. 2), maka, tidak mungkin Al Ghazali memperoleh gelar itu dengan hanya menyemak As Shahihain di akhir hayat beliau.
Walhasil, menyimpulkan Imam Al Ghazali jauh dari Sunnah, hanya karena beliau menyemak As Shahihain di akhir hidup beliau merupakan argumen yang amat lemah, karena sesuai dengan fakta dan data sejarah, beliau jauh-jauh sebelumnya sudah akrab dengan Sunnah.
Bagaimana Al Ghazali dikatakan jauh dari Sunnah? Sedangkan Al Hafidz Ibnu Najjar sendiri menyebut beliau sebagai Imam fuqaha’ yang menjelaskan keburukan ahlul bid’ah dan bangkit membela Sunnah (lihat, Thabaqat As Syafi’iah Al Kubra, 6/216). Wallahu Ta’ala A’la wa A’lam.
Rujukan:
1. Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, Tajuddin As Subki. Hijr Gizah, cet. 2, th. 1413 (1992), 2. Ihya Ulumuddin dengan hamisy Takhrij Ahadits Ihya, Al Ghazali, Al Iraqi, cet. Dar Sya’b, Kairo, 3. Maraqi Al Ubudiyah, Al Allamah An Nawawi Al Bantani, cet. Al Haramain, Indonesia.
Ada beberapa pihak yang memiliki pemikiran berlawanan dengan Hujjatul Islam Al Ghazali menyimpulkan bahwa kajian Al Ghazali terhadap Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim menjelang wafat, menunjukkan bahwa beliau sebelumnya jauh dari Sunnah dan di akhir hayat beliau telah kembali kepada Sunnah!
Cara berfikir seperti ini tidak patut dibenarkan. Apakah jika seseorang di akhir hayatnya banyak mengkaji hadits otomatis ia sebelumnya jauh dari hadits? Atau membenci hadits? Atau belum mengkaji hadits? Belum tentu. Banyak orang yang membaca hadits di akhir hayatnya, dan sebelumnya juga mempelajari hadits dan mengamalkan serta mengajarkannya. Demikian pula Imam Al Ghazali ini.
Al Ghazali sebelumnya sudah menyemak Shahih Al Bukhari dan lainnya
Kajian Al Ghazali terhadap Shahih Al Bukhari di akhir hayat beliau sama sekali tidak menunjukkan bahwa beliau sebelumnya jauh dari Sunnah, karena beliau sudah akrab dengan Sunnah sejak beliau mencari ilmu. Berikut ini keterangan para huffadz dan ulama mengenai hal ini.
Abdul Ghafir Al Farisi,
“Di akhir hayat, beliau menyambut hadits Al Musthafa Shalallahu Alaihi Wasallam, dan duduk bersama para ahlinya, serta menelaah As Shahihain, Bukhari dan Muslim, yang mana keduanya (As Shahihain) merupakan hujjah Islam. Seandainya beliau masih hidup maka benar-benar melampaui semuanya dari disiplin ilmu tersebut (hadits), dengan waktu yang cukup singkat, beliau meluangkan waktu untuk memperolehnya.”
Kemudian, Abdul Ghafir Al Farisi melanjutkan,
”Tidak diragukan lagi bahwa beliau telah menyimak hadits di waktu-waktu sebelumnya dan beliau menyibukkan diri dengan menyimaknya di akhir hayat walau tidak sebagai perawi, namun hal itu tidak membahayakan terhadap apa yang beliau tinggalkan dari buku-buku yang ditulis dalam masalah ushul, furu’ dan seluruh varian (karya) yang tiada henti-hentinya disebut. Dan ditetapkan oleh mereka yang telah menelaah bahwa tidak ada yang meninggalkan karya yang sebanding dengannya”
(Lihat, Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra,6/210).
Al Hafidz Ibnu Asakir,
”Beliau telah menyimak Shahih Al Bukhari dari Abu Sahl Muhammad bin Abdillah Al Hafshi dan menjadi guru di Madrasah Nidhamiyah di Baghdad. Kemudian keluar ke Syam mengunjungi Bait Al Maqdis. Kemudian menuju Damaskus tahun 489 H dan bermukim beberapa waktu di sana. Telah sampai kepadaku bahwa di sana beliau menulis beberapa karya beliau. Kemudian kembali ke Baghdad lalu ke Khurasan. Kemudian mengajar beberapa saat di Thus, setelah itu meninggalkan pengajaran dan perdebatan untuk menyibukkan diri dengan ibadah.”
Kemudian Hafidz Ibnu Asakir menyebutkan,
”Disebutkan bahwa beliau mengundang Abu Al Fityan Umar bin Abi Hasan Ar Rawasi, seorang Hafidz di Thus, dan memulyakan beliau. Beliau (Al Ghazali) menyimak dari beliau (Ar Rawasi) Shahih Bukhari dan Muslim”
(Lihat, Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, 6/210).
Dari paparan Abdul Ghafir Al Farisi dan Al Hafidz Ibnu Asakir kita mengatahui bahwa Imam Al Ghazali sebelum menyimak hadits dari Ar Rawasi di Thus, kota dimana beliau meninggal, beliau sudah menyimak Shahih Bukhari terlebih dahulu kepada Al Hafshi. Al Hafidz Al Hafshi sendiri adalah guru dari Imam Al Juwaini, guru Imam Ghazali juga yang tinggal di Naisabur. Apa yang dikatakan Al Hafidz Ibnu Asakir, bahwa beliau sejak awal sudah mengkaji Shahih Al Bukhari menunjukkan bahwa Al Ghazali menyimaknya saat menuntut ilmu di Naisabur, sebelum mengajar di Baghdad yang pertama.
Disamping Shahih Bukhari beliau juga telah menyemak dua juz kitab Maulid Ar Rasul yang ditulis oleh Abu Bakar As Syaibani dari Syeikh Abu Abdullah Muhammad bin Muhammad Al Khuwari (lihat, Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, 6/213).
Hadits-hadits dalam Ihya menunjukkan bahwa Al Ghazali telah menelaah hadits
Selain data di atas, ada fakta yang menjukkan bahwa Al Ghazali sudah sudah mengkaji kitab-kitab Sunnah jauh sebelum beliau mengkajinya di akhir hayat. Fakta itu adalah hadits-hadits yang termaktub dalam kitab Ihya Ulumuddin.
Murujuk takhrij Al Hafidz Al Iraqi mengenai hadits-hadits Ihya, beliau telah menjelaskan asal-asal hadits dalam kitab tersebut. Tidak hanya berasal dari Shahih Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Huzaimah. Hadits-hadits lainnya juga dikeluarkan Ashab As Sunan (At Tirmidzi, An Nasai, Abu Dawud, dan Ibnu Majah), dan kitab-kitab hadits lainnya seperti Musnad Ahmad, Firdaus atau Syu’ab Al Iman Al Baihaqi, Al Marasil Ibnu Abi Dunya, dll (lihat, Takhrij Ihya dihamisyIhya Ulumuddin cet. Dar Sya’b, Kairo).
Tentu, Al Ghazali tidak akan mampu mengetengahkan hadits-hadits dari berbagai sumber itu, untuk dijadikan hujjah kecuali setelah beliau menelaah hadits itu terlebih dahulu, dari berbagai kitab dan sumber.
Ihya sendiri telah beliau tulis sebelum kembali ke Baghdad untuk kedua kalinya, yakni ketika berada di Syam. Dan saat beliau tiba di Baghdad, beliau telah mengajarkan Ihya di sana (Lihat, Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, 6/200, 207).
Baru setelah itu beliau ke Khurasan lalu kembali ke kampung halaman beliau di Thus dan mendirikan madrasah di samping rumah beliau dan mengajar di sekolah tersebut. Di saat mendekati wafat beliau menyemak Shahih Al Bukhari dan Muslim dari Ar Rawasi, dan wafat pada tahun 505 H.
Bukhari-Muslim, tidak cukup untuk menjadikan seorang memperoleh gelar Al Hujjah
Argumen lain yang memperkuat bahwa Imam Al Ghazali telah mengkaji hadits tidak hanya ketika beliau hendak wafat saja adalah gelar beliau Al Hujjah.
Jika gelar Al Hujjah adalah orang yang menguasai mayoritas Sunnah dan tidak luput darinya kecuali sedikit, sesuai dengan keterangan Al Allamah An Nawawi Al Bantani saat mensyarah maksud kata “Hujjatul Islam” yang terdapat di matan Bidayah Al Hidayah karya Imam Al Ghazali (Lihat, Maraqi Al Ubudiyah, hal. 2), maka, tidak mungkin Al Ghazali memperoleh gelar itu dengan hanya menyemak As Shahihain di akhir hayat beliau.
Walhasil, menyimpulkan Imam Al Ghazali jauh dari Sunnah, hanya karena beliau menyemak As Shahihain di akhir hidup beliau merupakan argumen yang amat lemah, karena sesuai dengan fakta dan data sejarah, beliau jauh-jauh sebelumnya sudah akrab dengan Sunnah.
Bagaimana Al Ghazali dikatakan jauh dari Sunnah? Sedangkan Al Hafidz Ibnu Najjar sendiri menyebut beliau sebagai Imam fuqaha’ yang menjelaskan keburukan ahlul bid’ah dan bangkit membela Sunnah (lihat, Thabaqat As Syafi’iah Al Kubra, 6/216). Wallahu Ta’ala A’la wa A’lam.
Rujukan:
1. Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, Tajuddin As Subki. Hijr Gizah, cet. 2, th. 1413 (1992), 2. Ihya Ulumuddin dengan hamisy Takhrij Ahadits Ihya, Al Ghazali, Al Iraqi, cet. Dar Sya’b, Kairo, 3. Maraqi Al Ubudiyah, Al Allamah An Nawawi Al Bantani, cet. Al Haramain, Indonesia.
AKIDAH IMAM AHMAD
عقيدة الإمام أحمد وبراءته من أهل التجسيم
عقيدة إمام السنة الإمام أحمد بن حنبل رضي الله عنه وبراءته من أهل التجسيم ومن نفاة التأويل والتوسل :
من أهمّ ما في حياة الإمام أبي عبد الله أحمد بن حنبل رضي الله عنه منهجه في العقيدة والتزامه نهج الكتاب والسنة وما عليه سلف الأمة :
- في توحيد الله وتنـزيهه عن الجسم والمكان والجهة والحركة والسكون، فقد نقل الإمام أبو الفضل التميمي الحنبلي في كتاب " اعتقاد الإمام أحمد " عن الإمام أحمد أنه قال : "والله تعالى لا يلحقه تغير ولا تبدل ولا تلحقه الحدود قبل خلق العرش ولا بعد خلق العرش ، وكان ينكر- الإمام أحمد – على من يقول إن الله في كل مكان بذاته لأن الأمكنة كلها محدودة ".
عقيدة إمام السنة الإمام أحمد بن حنبل رضي الله عنه وبراءته من أهل التجسيم ومن نفاة التأويل والتوسل :
من أهمّ ما في حياة الإمام أبي عبد الله أحمد بن حنبل رضي الله عنه منهجه في العقيدة والتزامه نهج الكتاب والسنة وما عليه سلف الأمة :
- في توحيد الله وتنـزيهه عن الجسم والمكان والجهة والحركة والسكون، فقد نقل الإمام أبو الفضل التميمي الحنبلي في كتاب " اعتقاد الإمام أحمد " عن الإمام أحمد أنه قال : "والله تعالى لا يلحقه تغير ولا تبدل ولا تلحقه الحدود قبل خلق العرش ولا بعد خلق العرش ، وكان ينكر- الإمام أحمد – على من يقول إن الله في كل مكان بذاته لأن الأمكنة كلها محدودة ".
LAGI TENTANG TAWASUL DAN TAUHID
الفصل الأول
مصطلحات لغوية
1- الوسيلة
الوسيلة في اللغة: المنزلة عند الملك , والوسيلة:-الدرجة , والوسيلة:-القربة , وَسَلَ فلان إلى الله وسيلة إذا عمل عملا تقرب به إلى الله , والواسل:- الراغب إلى الله
ويقال توسل إليه بوسله إذا تقرب إليه بعمل ,وتوسل إليه بكذا أي تقرب إليه بحرمه آصرة تعطفه عليه
إذاً الوسيلة:- الوصلة والقربى وجمعها الوسائل
( لسان العرب لابن منظور ج 11 ص 724 مادة< وسل>)
2- الدعاء
لخص أبو البقاء المعاني المتعددة للدعاء مستشهدا بآيات القرآن الكريم قال :
" والدعاء : الرغبة إلى الله والعبادة نحو ( وَلَا تَدْعُ مِن دُونِ اللّهِ مَا لَا يَنفَعُكَ وَلَا يَضُرّك ) ، والاستعانة نحو ( وَادْعُوا شُهَدَاءكُم ) ، والسؤال نحو ( ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ) ، والقول نحو ( دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ ) ، والنداء نحو ( يَوْمَ يَدْعُوكُمْ ) ، التسمية نحو ( لَا تَجْعَلُوا دُعَاء الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاء بَعْضِكُم بَعْضًا )
أبو البقاء الكليات ص 447
مصطلحات لغوية
1- الوسيلة
الوسيلة في اللغة: المنزلة عند الملك , والوسيلة:-الدرجة , والوسيلة:-القربة , وَسَلَ فلان إلى الله وسيلة إذا عمل عملا تقرب به إلى الله , والواسل:- الراغب إلى الله
ويقال توسل إليه بوسله إذا تقرب إليه بعمل ,وتوسل إليه بكذا أي تقرب إليه بحرمه آصرة تعطفه عليه
إذاً الوسيلة:- الوصلة والقربى وجمعها الوسائل
( لسان العرب لابن منظور ج 11 ص 724 مادة< وسل>)
2- الدعاء
لخص أبو البقاء المعاني المتعددة للدعاء مستشهدا بآيات القرآن الكريم قال :
" والدعاء : الرغبة إلى الله والعبادة نحو ( وَلَا تَدْعُ مِن دُونِ اللّهِ مَا لَا يَنفَعُكَ وَلَا يَضُرّك ) ، والاستعانة نحو ( وَادْعُوا شُهَدَاءكُم ) ، والسؤال نحو ( ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ) ، والقول نحو ( دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ ) ، والنداء نحو ( يَوْمَ يَدْعُوكُمْ ) ، التسمية نحو ( لَا تَجْعَلُوا دُعَاء الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاء بَعْضِكُم بَعْضًا )
أبو البقاء الكليات ص 447
TENTANG KEBOLEHAN TAWASUL
عن عثمان بن حنيف أن رجلا ضرير البصر أتى النبي صلى الله
عليه وسلم فقال:" ادع الله أن يعافيني !" قال:" إن شئت دعوت وإن شئت صبرت
فهو خير لك." قال:" فادعه!" قال:" فأمره أن يتوضأ فيحسن وضوءه ويدعو بهذا
الدعاء:" اللهم إني أسألك وأتوجه إليك بنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إني
توجهت بك إلى ربي في حاجتي هذه لتقضى لي اللهم فشفعه في ." رواه الإمام
أحمد في المسند والترمذي في سننه
TIDAK SEMUA BIDAH SESAT
Embun pagi belum lama lenyap diterpa sinar pagi, disamping itu
udara pagi terasa adem, karena diselingi dengan rintikan hujan kecil dan
hembusan angin.
Mulai pukul 08.00. satu demi satu jama’ah sudah memadati ruangan dialog interaktif yang bertempat di Madrasah Muhadloroh putra Ponpes. Sirojuth Tholibin Brabo Tanggungharjo Grobogan (6/1/2011).
Hingga pukul 09.00 acara itu belum dimulai, karena narasumber belum tampak hadir, sejurus kemudian setelah pukul 09.30 acara bisa dimulai dengan kerawuhan sang Pemateri Habib Novel bin Muhammad Alaydrus dari Solo dengan sebuah tema “Bedah Bid’ah dalam perspektif Sunnah” dengan dipandu moderator Gus Maisur Lutfi.
Mulai pukul 08.00. satu demi satu jama’ah sudah memadati ruangan dialog interaktif yang bertempat di Madrasah Muhadloroh putra Ponpes. Sirojuth Tholibin Brabo Tanggungharjo Grobogan (6/1/2011).
Hingga pukul 09.00 acara itu belum dimulai, karena narasumber belum tampak hadir, sejurus kemudian setelah pukul 09.30 acara bisa dimulai dengan kerawuhan sang Pemateri Habib Novel bin Muhammad Alaydrus dari Solo dengan sebuah tema “Bedah Bid’ah dalam perspektif Sunnah” dengan dipandu moderator Gus Maisur Lutfi.
TENTANG MAULIDAN
Inilah qaul beberapa imam ahlussunnah waljamaah,pd mslh maulid,
meskipun seluruh wahabi didunia ini berkumpul untk melawan qaul2 ini,maka sm skali tdk akan bisa menyanggahnya,
Langganan:
Postingan (Atom)